Rabu, 29 Februari 2012

andaikan dan terus berandai-andai

"andaikan gue punya laptop sendiri, pasti gue bisa pinter"..
"gue tau kenapa dia pinter, karena dia punya iPad yang isinya pelajaran. kalo gue punya, gue juga pasti pinter"

beberapa hari terkahir, saya selalu mendengar kalimat ini dari orang-orang dekat saya. mereka menilai kalau keadaan memaksa mereka untuk tidak berprestasi.

memang benar, fasilitas modern sangat dibutuhkan oleh para pelajar, tapi benarkah tanpa itu pelajar akan jauh tertinggal? benarkah mereka yang punya banyak prestasi berasal dari golongan menengah ke atas?

mari kita lihat, berikut kutipan artikel dari www.kickandy.com
Betulkah anak yang lahir dari keluarga miskin tidak berhak untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu? Betulkah mereka tidak berhak untuk menggapai sukses dalam kehidupan mereka?
Hari ini Kick Andy mengajak Anda untuk bersama-sama mengikuti kisah anak-anak dari keluarga miskin yang mampu meraih prestasi membanggakan, bahkan mengharumkan nama bangsa Indonesia.

Kisah pertama datang dari Papua. Empat anak Papua yaitu Albertina Beanal (12), Demira Yikwa (11), Kohoin Marandey (12) dan Christian Murid (12) berhasil mengharumkan nama bangsa Indonesia . Albertina,Demira dan Kohoin Marandey berhasil menciptakan dan memenangkan lomba sains dan matematika di Jakarta baru-baru ini. Mereka menciptakan Robot Pendeteksi Tsunami. Sementara Christian Murid meraih medali emas pada lomba matematika dan sains tingkat SD se-Asia. Padahal keempat anak itu awalnya adalah anak yang tinggal di pedalaman Papua dan dipilih karena dianggap paling bodoh. Namun, setelah dilatih dan belajar tekun dibawah pengawasan Profesor Yohanes Surya mereka berhasil mengerti tentang fisika dan matematika. Padahal ketika datang ke Jakarta pertama kali mereka tidak bisa berhitung.

Sementara bagi Gusnadi Wiyoga (15), kondisi perekonomian orangtua yang kekurangan tidak membuatnya patah semangat untuk berprestasi. Gusnadi yang saat ini bersekolah di SMA Taruna Nusantara Magelang, adalah anak seorang tukang sol sepatu. Sejak duduk di bangku SD, Gusnadi memang sudah tergolong encer otaknya, terutama di bidang fisika dan matematika. Bahkan dia sudah mewakili Indonesia dalam ajang kompetisi matematika dan fisika, baik di tingkat nasional dan internasional. Gusnadi berhasil menyabet medali emas pada lomba sains dan mathematic di Jakarta pada 2007. Pada 2009 meraih medali perak di Filipina.

Sementara olokan teman-temanya yang mengatakan ia hanya punya satu tangan ternyata memacu dia untuk giat belajar. Walau ayahnya yang hanya seorang guru SD dan Ibunya seorang tukang jahit, malah melecut seorang Lutfi Mu’awan (18) untuk tekun belajar.

Lutfi yang berasal dari Purbalingga, Jawa Tengah itu adalah peraih medali perak di International Conference of Young Scientist di Rusia bulan April lalu. Prestasi Lutfi itu menambah deretan penghargaan dan medali yang telah ia raih baik di ajang olimpiade sains baik yang digelar di dalam dan luar negeri. Lutfi yang tangan kirinya memakai tangan palsu itu kini tengah menuntut ilmu di Institut Teknologi Bandung.
Dan, apa yang dialami Agung Bakhtiyar (24) ini mungkin tergolong luar biasa. Pemuda asal Yogyakarta itu berhasil meraih gelar dokter dari Universitas Gajah Mada. Yang membuat Agung tergolong istimewa adalah karena ia bukan anak orang berada. Ayah Agung, Suyatno adalah seorang penarik becak. Sedangkan ibunya, Saniya adalah pedagang rongsokan, atau barang-barang bekas. Agung yang kini mengabdi di RSUD Wates Yogyakarta mengaku, semasa kuliah adalah masa penuh perjuangan dan penderitaan. “Saya sering menyalin buku-buku itu dengan tulisan tangan. Juga saya meminjam laptop teman untuk mengerjakan tugas-tugas kuliah,” ujar Agung yang mengaku terpaksa melakukan itu karena tidak punya uang.

Apa yang dilakukan oleh anak-anak Indonesia yang tidak mampu itu tentu sangat membanggakan. Melalui kisah perjuangan anak-anak di atas semakin membuat kita yakin, bahwa tidak betul anak orang miskin tidak bisa dan tidak berhak bersekolah yang lebih baik. Yang ada adalah, mereka belum mendapatkan kesempatan.

so? STOP COMPLAIN

hey, kita belum beranjak!!


hidup seorang pemuda bodoh di negeri yang miskin dan kacau. pemuda ini terus berlari sepanjang hari. keinginannya hanya satu, keluar dari negeri tersebut dan hidup di daerah lain, dimanapun itu. dia ingin mencari kehidupan yang lebih baik, dia merasa sia-sia hidup di negeri penuh kejahatan itu.

detik demi detik, menit berganti menit, hari pun silih berganti, dia terus berlari, dia seakan melihat kehidupan yang menyenangkan di depan sana. dia bisa membayangkan indahnya hidup di kelilingi alam yang subur, wanita cantik, bahkan orang-orang kaya yang dermawan. kehidupan yang lebih baik nampak begitu jelas, bahkan sangat jelas!!

setelah bertahun-tahun berlari, dia mulai lelah. kakinya bergetar, memaksa dia untuk menyerah. akhirnya dia pun jatuh dan menyerah!! dia terduduk lemas, melihat sekeliling 'hey, tempat ini sangat mirip dengan negeriku!' banyak sampah-sampah industri berserakan, kotoran binatang dimana-mana. akhirnya dia melihat ke arah bukit, rumah yang kumuh dan tidak asing lagi 'tidak salah lagi!! itu rumahku! kenapa aku masih ada disini?' seketika dia sadar, bajunya masih tersangkut di sebuah kawat besar. selama ini dia hanya berlari di tempat, sampai kakinya tidak kuat lagi. dia kembali tertunduk lesu.....

jika impianmu terasa jauh, maka periksalah semua yang sudah kamu lakukan, kita sering merasa lelah, tapi sebenarnya kita belum beranjak sama sekali! terkadang kita merasa telah jauh melangkah, telah banyak berbuat, bahkan merasa sedikit lagi menggapai cita-cita.. seringkali kita tidak sadar bahwa ada yang salah dengan cara kita menggapai cita-cita, kita lebih sering mengeluh. mudah-mudahan kita selalu bisa introspeksi diri sebelum mengeluh dan merasa lelah